Selasa, 15 Mei 2012

Teman Nongkrong yang Enak dan Murah Meriah

Antri. Beberapa pembeli terlihat antri untuk membeli bakso bakar, kompleks ISI Solo (15.05)

Mau terbuat dari 90 persen daging sapi atau bahkan 10 persen daging sapi, olahan bernama bakso selalu mendapatkan penggemarnya. Tidak terkecuali bakso bakar.
Cuaca cerah ketika di sekitar pendopo Institut Seni Indonesia (ISI) Solo dipenuhi muda – mudi yang asik nongkrong, ngobrol, memakan kudapan, atau hanya sekedar berhenti menjajakan uangnya dengan aneka panganan ringan di sekitar ISI. Bakso bakar menjadi primadonanya, dengan sekitar 5 penjual bakso bakar berderet menunggu pembeli menghampirinya. 

“Pertamanya penasaran, terus kok enak gitu,murah juga,” ungkap Tiwi mahasiswi Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS) asal Klaten mengemukakan alasannya membeli bakso bakar. Cukup dengan seribu rupiah, kita sudah bisa menikmati satu tusuk bakso bakar yang berisi rata – rata lima gelinding. Tentu saja, bakso bakar ini tidak seperti bakso pada umumnya yang dominan daging sapi. Jika ditanya rasanya, Idhun mahasiswa UNS penikmat bakso bakar menggambarkannya dengan  “rasanya kenyil – kenyil kayak cilok tapi lebih enak, bisa milih yang pedes, saya kan suka pedes.”   Kudapan berbahan baku tepung tapioka dan tepung kanji diselipi daging sapi atau ayam dan ikan ini makin sering ditemui dari pedagang – pedagang kaki lima, dengan konsep dagangan yang sama, rasa yang sama, namun tentu saja tetap berbeda – beda rasanya.

Tren bakso bakar sedang menjangkiti Solo, jajanan murah meriah ini bisa ditemukan di tempat – tempat nongkrong terbuka di Solo, sebut saja Alun – alun Kidul (Alkid) Solo, kompleks pendopo ISI, belakang kampus UNS,  Ngarsopuro, dan dekat kampus Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS).  Dengan berbekal sepeda motor, bronjong atau kerangjang tempat membawa dagangan beserta peralatan dan perlengkapan dagang, alat pembakar sate, arang, dan tentu saja bakso bakar yang sudah setengah matang, seorang pedagang sudah siap membuka lapaknya. 

“Manis, biasa, pa pedes mbak?” Tanya Erni, pedagang bakso bakar asal Semanggi, Solo. Ya, bakso bakar ini juga memiliki varian tingkat kepedasan. Erni yang telah berjualan bakso bakar setahun lebih ini membuat bakso bakar sendiri sekaligus menjual bakso bakar setengah matang ke penjual lainnya. Dalam sehari, dia bisa menjual seribu tusuk lebih, mulai pukul dua siang sampai malam hari. Bakso bakar yang dijual Erni dan ibunya ini memang merupakan bakso bakar yang paling laris manis. Sekali beli, seorang pembeli bisa memborong 15 tusuk dan seringnya merupakan pembeli yang tetap. Dengan menjual bakso bakar, Erni mengaku bisa menyisihkan uang tabuangan sebesar Rp 500.000,- per bulannya. 

Lain lagi dengan Jumino, warga Pucang Sawit Solo ini mengaku menghabiskan 300 tusuk per harinya, dari pukul 11 siang sampai sehabisnya, kadang malam kadang sore. Penjual lain pun tampak tak selaris lapak Erni, apalagi jika hujan datang. “Kalo ujan sepi mbak, pada gak mau keluar jadi ya gak laku,” ujar Jumino. Kalau sudah tidak habis, biasanya mereka memasak kembali bakso bakar tersebut untuk dijual esoknya lagi. (Rina Yuliarti)

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More